Saturday, May 24, 2014

Piala Dunia a la Galeano VII: Piala Dunia 1962*

Oleh Eduardo Galeano; Alihbahasa Mahfud Ikhwan

Beberapa peramal Indian dan Malaysia menujum tentang akhir dunia. Nyatanya, bumi tetap berputar. Dan bersama dengan itu sebuah organisasi dengan nama Amnesty International pun lahir. Dan Aljazair mengambil langkah pertama menuju kehidupan yang merdeka setelah selama lebih dari tujuh tahun berperang melawan Prancis.

Di Israel, penjahat Nazi Adolph Eichmann digantung, para penambang di Asturias mogok, dan Paus Johanes mencoba mengubah Gereja dan kembali berpaling kepada kaum papa. Orang-orang itu mulai membuat disket komputer pertama dan melakukan operasi pertama dengan sinar laser, sementara Marilyn Monroe sedang kehilangan keinginan untuk hidup.

Berapa harga suara sebuah negara? Haiti menjualnya secara ketengan untuk limabelas juta dollar, jalan tol, sebuah dam dan sebuah rumah sakit, dan begitulah cara OAS mendapat suara mayoritas untuk mengucilkan Kuba, si kambing hitam Pan-Amerikanisme. Sumber yang dipercaya di Miami mengumumkan bahwa kejatuhan Fidel Castro tinggal hanya dalam hitungan jam saja. Tujuhpuluh lima gugatan dilayangkan ke Pengadilan AS untuk melarang novel Tropic of Cancer karya Henry Miller, yang terbit pertama kali dengan edisi yang masih belepotan. Linus Pauling, orang yang tak lama lagi akan mendapatkan Hadiah Nobel keduanya, berjaga di Gedung Putih sebagai bentuk protesnya melawan ujicoba nuklir, sementara Benny “Si Bocah” Paret, orang Kuba hitam buta huruf itu, sedang sekarat, ditumbuki macam bubur kertas, di atas ring di Madison Square Garden.

Di Memphis, Elvis Presley mengumumkan pensiunnya setelah menjual tiga juta kaset, namun tak lama kemudian ia berubah pikiran; di London, sebuah perusahaan rekaman, Decca, menolak merekam lagu-lagu sebuah grup band yang terdiri atas pemusik-pemusik berambut gondrong yang menyebut dirinya The Beatles. Carpentier sedang menerbitkan Explosion in the Cathedral, Gelman menerbitakn Gotan, militer Argentina menumbangkan Presiden Frondizi, sementara pelukis Brazil Candido Portinari sedang sekarat. Primeiras Estorias karya Guimaraes Rosa tengah ada di toko-toko buku, sebagaimana juga buku puisi yang ditulis Vinicius de Moraes, para viver um grande amor. Joao Gilberto mendayukan “One-Note Samba” di Carnagie Hall saat tim Brazil tiba di Chile, berharap memenangkan Piala Dunia ketujuh melawan lima tim lain dari Benua Amerika dan sepuluh tim dari Benua Eropa.

Pada Piala Dunia ’62, Di Stefano kurang beruntung. Ia bermain untuk negeri barunya, Spanyol. Pada usia ke-tigaenam, ini pasti akan menjadi kesempatan terakhirnya. Persis sebelum pertandingan pembuka, ia cedera lutut dan tak mungkin lagi bermain. Di Stefano, “Si Anak Panah Pirang”, salah satu pemain terbaik dalam sejarah sepakbola, tak pernah sekali pun bermain di Piala Dunia. Pele, bintang abadi lainnya, tak beranjak jauh: ototnya tertarik pada pertandingan awal dan tak bisa bermain. Dan satu lagi nabi agung dalam sepakbola, Yashin dari Rusia, berubah jadi kambing congek: penjaga gawang terbaik di dunia membiarkan gawangnya dibobol empat kali saat melawan Kolumbia, sebab, kelihatannya, ia kebanyakan menenggak minuman keras di kamar ganti.

Brazil menjuarai turnamen tanpa jasa Pele dan bantuan Didi. Amarildo berkilau dengan peran sulitnya menggantikan tempat Pele, Djalma Santos membuat dirinya benteng pertahanan di belakang, dan di depan Garincha terilhami dan mengilhami. “Garincha itu dari planet mana?” tanya harian El Mercurio, saat Brazil menjinakkan tim tuan rumah. Chile mengalahkan Italia dalam sebuah pertandingan yang berubah jadi ajang pertempuran. Mereka juga mengalahkan Swiss dan Uni Soviet. Mereka melahap habis spagetti, coklat dan vodka, tapi mereka tersedak kopi: Brazil menang 4-2.

Di final, Brazil menundukkan Cekoslowakia 3-1 dan, seperti pada Piala Dunia ’58, menjadi juara tanpa terkalahkan. Untuk benar-benar pertama kalinya final Piala Dunia disiarkan langsung secara internasional di televisi, meskipun masih dalam warna hitam-putih dan cuma ke beberapa negara.

Chile memenangi tempat ketiga, rangking terbaik yang pernah mereka raih. Yugoslavia memperoleh tempat keempat berkat burung lincah bernama Dragoslav Secularac, yang tak bisa ditangkap oleh satu pun pemain bertahan.


Kejuaraan itu tak memiliki pemuncak daftar pencetak gol, namun beberapa pemain mencatatkan empat gol. Garincha dan Vava dari Brazil, Sanchez dari Chile, Jerkovic dari Yugoslavia, Albert dari Hungaria, dan Ivanov dari Uni Soviet.


*diterjemahkan dari Soccer in Sun and Shadow; trans. Mark Fried; Verso, 2003.

No comments:

Post a Comment