Tuesday, May 20, 2014

Piala Dunia a la Galeano V: Piala Dunia 1954*

Oleh Eduardo Galeano; Alibahasa Mahfud Ikhwan

Gelosomina dan Zampano mekar dari tangan ajaib Fellini dan mereka melucu dengan renyahnya dalam “La Strada”, sementara Fangio melesat ke depan untuk menjadi juara dunia balap mobil untuk kedua kalinya. Jonas Salk sedang meracik sebuah vaksin untuk melawan polio. Di Pasifik, bom hidrogen pertama meletus. Di Vietnam, Jenderal Giap memukul tentara Prancis dalam Pertempuran Dien Bien Phu yang menentukan. Di Aljazair, jajahan Prancis yang lain, perang kemerdekaan baru saja dimulakan.

Jenderal Stroessner terpilih menjadi Presiden Paraguay dalam coblosan tertutup melawan dirinya sendiri. Di Brazil, tali kekang para saudagar dan orang besar, uang dan senapan, menjerat Presiden Getulio Vargas dan dengan segera sebuah peluru meledakkan jantungnya. Pesawat-pesawat Amerika Serikat memborbardir Guatemala dengan restu dari OAS (Organisasi Negara-negara Benua Amerika), dan seorang serdadu yang dipungut oleh Kuasa dari Utara menyerang, membunuh, dan menang. Sementara di Swiss lagu-lagu kebangsaan enambelas negara dinyanyikan dalam pembukaan Piala Dunia kelima, di Guatemala para pemenang menyanyikan lagu kebangsaan Amerika Serikat dan merayakan jatuhnya Presiden Arbenz, orang yang semena-mena dicap berideologi Marxist-Leninis begitu ia mengutak-atik tanah-tanah milik United Fruid Company.

Yang ambil bagian pada Piala Dunia ’54 adalah sebelas tim dari Benua Eropa dan tiga dari Benua Amerika, plus Turki dan Korea Selatan. Brazil mulai memakai kaos kuning berkerah hijau untuk menggantikan seragam putih yang membawa sial di Maracana. Namun, pada mulanya, seragam warna kenari ini tak membantu: pada sebuah pertandingan penuh kekerasan, Brazil kalah oleh Hongaria dan bahkan gagal masuk semifinal. Utusan Brazil mengajukan komplain kepada FIFA soal wasit Inggris, yang berlagak seperti “mewasiti komunisme internasional melawan peradaban Barat Kristen.”


Hungaria adalah favorit berat untuk memenangkan Piala. Kombinasi mesin giling Puskas, Kocsis, dan Hidegkuti empat tahun tak terkalahkan, dan tak lama sebelum Piala Dunia mereka menghancurkan Inggris 7-1. Namun hal itu tak berkelanjutan.

Setelah pertarungan sengit dengan Brazil, para pemain Hungaria memberikan segalanya melawan Uruguay. Hungaria dan Uruguay bertarung mati-matian, tak memberikan ruang sejengkal pun untuk lawan, sama lelah, sama berjatuhan, hingga pada akhirnya dua gol Kocsis menentukan akhir pertandingan.

Partai final mengadu Hungaria melawan Jerman, tim yang dilumat 8-3 di awal turnamen saat sang kapten menepi karena cedera. Puskas tampil kembali di final, hampir-hampir berlari hanya dengan satu kaki, memimpin sebuah tim yang gilang-gemilang namun kelelahan. Hungaria memimpin 2-0, namun berakhir dengan kalah 3-2, dan Jerman memenangkan gelar dunia pertamanya. Austria jadi yang ketiga, dengan Uruguay sebagai yang keempat.


Si Hungaria Kocsis memimpin daftar pencetak gol dengan sebelas gol, diikuti si Jerman Morlock dengan delapan dan si Austria Probst enam. Perihal sebelas gol Kocsis, yang paling hebat adalah yang dicetak saat melawan Brazil. Kocsis tinggal landas seperti kapal terbang, melayang menembus udara, dan menanduk bola ke sudut jala.


*diterjemahkan dari Soccer in Sun and Shadow; trans. Mark Fried; Verso, 2003.

3 comments: