Monday, March 26, 2012

Muamba yang Kolaps dan Suporter Indonesia yang Mati

Oleh Mahfud Ikhwan


Wajah Jermain Defoe tertutup kaos putih Spurs-nya. Ia tak sedang merayakan gol seperti biasa, tapi menyeka air matanya. Masih dengan kostum sama, di belakangnya, Luca Modric tepekur lunglai. Tangan menumpu lutut, wajahnya kosong menatap kejauhan. Karena pertandingan sedang imbang, dan Spurs baru saja menyamakan kedudukan, bisa dipastikan ia tak sedang menyesali gol keenam yang masuk ke gawangnya. Sedikit di samping, dengan seragam cadangan Bolton, Tuncay Sanli berjongkok dengan tangan menengadah—mengingatkan kepada seorang Muslim Jawa yang tahlilan di samping kuburan. Ia belum bermain sore itu, tapi yang pasti ia tak sedang berdoa agar pelatih menurunkannya.

Tiga Kisah Asosiasi #3

Oleh Darmanto Simaepa

Kontrol Erzat Kapitalisme


Tahun 1980an adalah suatu fase awal dimana, meminjam istilah Yoshihara Kunio, ‘para kapitalis semu’ Indonesia lahir. Ini adalah suatu jenis perkawinan terlarang antara birokrasi negara dan sistem kapitalis. Salah satu bentuk konkritnya adalah Kepres No. 10/1980 yang memberi keistimewaan bagi pengusaha pribumi untuk mendapatkan tender-tender besar negara. Fase modernisasi industri, pertanian dan ekstraksi sumber daya alam di Indonesia di tahun 1970an akhir dan 1980an awal memberi kemungkinan perakitan investasi dan keterlibatan perusahaan besar negara ‘maju’ dengan pengusaha ‘pribumi’ melalui proteksi tangan birokrasi. Kalla grup, kelompok Bakrie, Medco, Gobel, Fadel Muhammad, Wanandi bersaudara adalah sejumput nama pengusaha pribumi yang mendapatkan konsesi penebangan kayu, kontrak pengeboran migas, dan tender dengan cara menjadi rekanan investor asing.

Monday, March 19, 2012

Tiga Kisah Asosiasi #2

Oleh Darmanto Simaepa

Paris 1938: Kontrol Lapangan, Kontrol Perjuangan

Pada fase perkembangan awalnya di Indonesia di awal abad 20, sepakbola belum memiliki orientasi nasionalisme. Meskipun cepat menjadi olahraga rakyat, sepakbola masih dimainkan melalui garis segregasi etnis. Orang-orang Belanda dan Kaukasoid lain memainkan sepakbola bersama kelompoknya sendiri. Sepakbola dipertandingkan sebagai sarana nostalgis untuk memproyeksikan kehidupan Hindia Belanda dengan orientasi Eropa. Misalnya, sepakbola memiliki makna yang penting di hari peringatan ulang tahun ratu Belanda atau waktu sela dinas militer. Orientasi nostalgis itu ditandai pada saat pembukaan kompetisi dimana, para socialite (terutama perempuan)yang baru datang dari Belanda diundang untuk melakukan tendangan pembukaan.

Thursday, March 15, 2012

Tiga Kisah Asosiasi #1

Oleh Darmanto Simaepa

Padang: Kontrol Lapangan, Kontrol Pendapatan

Klub sepakbola pertama, Padangsche Voetbal Club, dibentuk orang Belanda tahun 1901. Tak lama kemudian, sepakbola menjadi permainan populer. Dalam 3 tahun, enam tim baru lahir. Kala itu permainan menggunakan rago, bola yang lebih kecil dan ringan--kadang campuran rotan dan plastik. Politik segregasi kewarganegaraan kolonial membuat klub sepakbola dibentuk menurut garis ras Belanda (Eropa), China (Non-Eropa), dan Minangkabau (Pribumi). Meskipun demikian, mereka bisa bermain bersama di lapangan yang sama. Tahun 1905, tujuh klub membentuk WSVB (West Sumatra Voetbal Bond), asosiasi sepakbola yang diberi wewenang menggelar kompetisi lokal di Plein van Rome—sekarang Lapangan Imam Bonjol di dekat pasar Raya Padang.

Sunday, March 11, 2012

Sepakbola Tanpa Politik? Omong Kosong!

Oleh Mahfud Ikhwan


Wajah Alex Nurdin, Gubernur Sumatera Selatan, kandidat gubernur DKI Jakarta, sekaligus bos Sriwijaya FC, muncul di slot iklan di sela-sela siaran langsung Indonesia Super League (ISL) di stasiun televisi ANTV. Sesaat sebelum dilangsungkannya pertandingan Sriwijaya FC vs Mitra Kukar, Kamis (08/03), ia menyapa pemirsa dan mengucapkan selamat menonton pertandingan yang akan berlangsung.

Pantas atau tidak hal yang seperti itu, saya tak tahu. Saya bukan anggota Komisi Penyiaran, bukan pula anggota Komnas Anak yang punya kapasitas untuk menganggap munculnya wajah politisi (yang sedang punya hajat politik besar) di sebuah acara olahraga, misalnya, berbahaya bagi pendidikan mental anak-anak. Banyak hal ganjil yang tiap saat hilir-mudik di layar televisi kita. Lelaki yang dibayar mahal karena sifat keperempuanannya, perempuan yang mendalangi tindak kejahatan yang biasanya didominasi laki-laki, pengadilan yang banci, pegawai yang bersaldo CEO, hingga pemimpin yang bermental jelata. Maka, jika ada satu keganjilan lagi, sebenarnya, apa sih bedanya?

Friday, March 9, 2012

Indonesia Datang dan Pergi, di Warung Kopi

Oleh Mahfud Ikhwan



"Komunitas yang dibayangkan jutaan orang terlihat lebih nyata pada sebuah tim yang terdiri atas 11 orang."

-- Eric Hobsbawm, sejarawan --

Sunday, March 4, 2012

Uang, Kompetisi, dan Inovasi

Oleh Darmanto Simaepa

Setelah mencium piala Carling, Steven Gerard mengatakan, target besar musim ini adalah masuk liga Champion. Ia menekankan rumah yang layak bagi tim sebesar Liverpool adalah liga yang dianggap paling kompetitif itu. Pun begitu dengan Arsenal. Setelah hampir mustahil mengejar duo Manchester dan membalikkan skor melawan Milan, Wenger menyebut pertaruhannya adalah posisi empat besar.