Oleh Alex Bellos
Vila Nova
adalah tim dari Sao Fransisco, sebuah pemukiman buruh di Manaus. Sebagian besar
rumah-rumah di sana terbuat dari papan. Jalan menuju kota baru saja diaspal.
Bau selokan menguar ke udara. Kita melihat proses urbanisasi adalah sebuah
pertarungan tak henti-henti melawan kekuatan alam—di mana orang tak membersihkan
halaman, semak belukar segera menguasainya.
Audemir
adalah laki-laki pendiam dan pekerja keras. Rambutnya yang hitam pekat
berantakan jatuh ke alis. Kami nongkrong dengan teman-temanya di kedai tuak
lokal, Novo Encontro, yang berupa gubuk kayu sederhana dengan lemari es besar
penuh bir.
“Di sinilah
kami memulai semuanya.” dia mengawali percakapan. “Kami sadar kawasan tempat
kami tinggal tidak punya wakil di Tarkam. Kami musti punya dan karena itu membuat
tim sendiri.”
Pedalaman Amazon
menjadi daya tarik bagi para pendatang yang mengadu peruntungan. Sebagian dari
mereka akhirnya tinggal di Manaus, kota terbesar di tengah belantara Amazon.
Ini adalah kota penuh harapan. Novo
Encontro berarti awal yang baru. Vila
Nova berarti tempat yang baru. Audemir memilih nama—disalin dari nama klub
sepakbola profesional di Brazil tengah—karena itu sesuai dengan semerbak
harapan awal yang baru. Tim sepakbola memberi harapan itu .
Audemir
mengangkat dirinya sebagai Presiden Vila Nova, istilah rada-rada resmi yang
wajib dipakai oleh tim yang ikut Tarkam. Dia menunjuk Mauricio Lima, saudara
ipar, sebagai wakil presiden dan adik kandungnya sebagai Direktur Olahraga.
Empat saudara ipar lain ikut cawe-cawe di tim yang memulai debut pada tahun
1998.
Vila Nova kini
menjadi pusat kegiatan warga. “Sao Fransisco dulunya terpecah-pecah,” kata
Mauricio. “Orang-orang tidak membaur. Ketika tim bermain bagus, orang-orang
mulai menyatu. Kami mulai dengan seratusan pendukung, sebagian besarnya
keluarga dan sekarang kami bisa mengumpulkan 300 orang.”
Ini mengubah
Audemir, pria kalem yang menjadi pelayan bar, menjadi tokoh lokal. Tahun ini ia
berhasil mencari 26 pemain. Dia juga mengganti nama klub dari singkatan kuno FC
(Football Club) menjadi AA (Associaco Atletica atawa Athletical Association),
yang lebih terkesan modern. Vila Nova boleh saja klub kecil, tapi namanya
mengesankan optimisme dan kelas.
Birokrasi
Tarkam memakan waktu panjang dan berpotensi memakan biaya. Audemir menghabiskan
sebagian besar waktu luang untuk mencari pemain, mengundang sponsor, mencetak
kostum dan membeli sepatu. Dia punya map kulit yang berisi daftar nama pemain
dan proposal permohonan bantuan dana.
Dan untuk
ratu tim? Ketika baru mulai, Audemir mengandalkan keluarga. Di tahun 1998
ratunya adalah si keponakan. Di tahun 1999 adiknya. Keduanya gugur di babak
pertama. Audemir tidak berharap banyak: dia memilih kepantasan dari pada
kecantikan.
Lebih baik
mengirim ratu buruk rupa dari pada tidak mengirim sama sekali. Tahun ini,
karena tim semakin populer, dia bisa mencari kandidat yang lebih glamor. Erica
dos Santos, gadis pujaan lokal terpilih setelah dia mencuat dalam festival
tari-tarian tradisional.
Tidak semua
tim yang bermain di Tarkam berasal
dari sebuah kampung seperti Vila Nova. Karena turnamen ini bebas dan terbuka,
klub-klub peserta dibentuk berdasar lingkungan sosial yang beragam. Serikat
satpam, para pekerja migran yang tinggal di hutan yang sama, grup band, atau
koperasi petani punya tim.
Ada juga tim
bernama Barra Persada FC. Tim ini milik kumpulan orang yang kelebihan berat
badan. Tiga bulan yang lewat, salah satu pemainnya terkena serangan jantung
dalam sebuah pertandingan. “Kami menang tapi hampir kehilangan seorang teman,”
ujar anggota tim Fernando de Abreu. Dia sadar bahwa kesempatan timnya untuk
menang di kontes ratu kecantikan sangat tipis. “Ratu kami, sudah bisa ditebak,
adalah yang paling gendut.”
Aku tidak
bisa membayangkan ada kompetisi sepakbola yang lebih akurat merefleksikan
dinamika sosial tempat ia dilangsungkan dari pada Tarkam. Kompetisi ini adalah gambar
dari masyarakat Amazon itu sendiri. Tiga belas ribu pesepakbola datang dari
penjuru kota dan desa. Segala keliaran, keindahan, ketiadaan aturan, dan
keserbamenawanan Tarkam adalah wajah Manaus itu sendiri.
Nama-nama
tim berwarna-warni. Selain Arsenal, ada juga Manchester. “Kami memilihnya
karena enak didengar,” kata Presiden klub, “dan karena kami tidak punya uang”.
Aston Vila, Ajax, Barcelona, dan Real Madrid dengan gampang dikenali sebagai
nama tiruan. El Cabaco Futebol Clube—artinya Kesebelasan Berselaput Dara—adalah
contoh humor lokal. Kolonel Kurtz, andaikata saja dia tinggal di Amazon,
pastilah mendukung Apocallipse Club.
Sehari
setelah menghabiskan waktu bersama Vila Nova, aku mengunjungi sebuah tim yang kekuatan
finansialnya kebalikan dari Vila. Unidos da Gloria, atau Gloria United,
dirancang seperti klub profesional. Klub ini berbasis di Gloria, sebuah pemukiman
nan-makmur khas Manaus.
Tim ini
disokong oleh perusahaan tepung terbesar di Amazon. Mereka membayar skuad
berisi 22 pemain, pelatih berkualitas dan punya perlengkapan yang layak,
kendaraan dan berkrat-krat bir sehabis pertandingan. Fernando Salles, juru
perlengkapan, dibayar untuk merawat tiga bola dan dua puluh dua pasang kaus
kaki, sepatu dan kostum di gubuk tiga lantai di mana ia tinggal bersama 13
anggota keluarganya.
Sore hari
ketika aku datang, ada pesta bakar daging untuk memperingati ulang tahun klub
yang kesebelas. Tiga speker besar berdentam-dentam menggelontorkan suara musik
yang dimainkan oleh pemain orgen tunggal. Kegaduhan speker itu membuat obrolan
mustahil dilakukan.
Kekuatan di
balik Unidos da Gloria adalah Americo Loureiro. Dia pria berhidung pesek dan
beralis tebal. Kalung biru bergambar Maria sang Perawan menjuntai di dadanya
yang berbulu. Americo bekerja di pabrik kayu lapis selama tiga puluh tahun dan
menjadi ketua serikat buruh selama dua puluh tahun.
Kami pindah
ke dekat jalan supaya bisa mendengar kata-kata kami sendiri. “Unidos adalah
kebanggaan kampung. Kami punya fans lebih banyak dari pada yang lain,” dia
sedikit membanggakan. Tahun ini dia berusaha untuk memperbaiki penampilan timnya
setelah hasil mengecewakan tahun lalu. “Tahun sebelumnya, kami lambat mempersiapkan
tim. Ketika kami harus memulai pertandingan pertama, pemain-pemain terbaik
sudah dikontrak tim-tim yang lain.”
Dia punya
ide tersendiri mengenai ratu klub. Dia mengundang juara kedua kontes tahun
lalu, Samanta Simoes. “Kami meminangnya dengan mahar yang sulit ditolak oleh
gadis manapun. Itu seperti seorang pemain bola diminta bermain untuk Flamengo.”
Hutan Amazon
adalah tempat legenda dan mitos menakjubkan, sebagian karena pengaruh budaya lisan
Indian. Dan Tarkam menciptakan mitosnya sendiri. Ini terbantu oleh pembual
seperti Americo.
Terlibat
dengan kejuaraan ini sejak awal berdirinya, ia tak pernah melewatkan kesempatan
untuk membumbui cerita Tarkam dengan kelakar liar. Kisah-kisah bualan biasanya
melibatkan dirinya sendiri. Hanya saja, tiap cerita tidak selalu memiliki keterangan
waktu atau tempat yang jelas. Karakter-karakter yang muncul dalam bualannya tak
selalu punya nama.
Awalnya,
Americo membidani sebuah tim yang dikenal dengan JAP. Suatu ketika, terdengar tim
bernama Sao Jose. Mereka berasal dari pedalaman dan tak terkalahkan di wilayahnya.
Suatu waktu mereka memutuskan ikut Tarkam. Mereka datang ke Manaus dan minta
dimasukkan ke dalam satu grup dengan JAP. Sambil terkekeh-kekeh, Americo mengenang:
“Setelah dua puluh empat menit, kami unggul 24-0. Kiper kami pun ikut mencetak
gol.”
Saat kami
berbincang, Messias Sampaio muncul. Kedatangannya adalah berkah karena
sebelumnya aku berencana mewawancarainya. Messias menemukan ide Tarkam di tahun
1973 saat bekerja sebagai wartawan. Reputasi sebagai pencetus Tarkam membawanya
sukses di jalur politik. Sekarang dia menjadi ketua Parlemen Kotamadya.
Messias datang
untuk menunjukkan dukungan kepada Gloria dan Americo, yang bekerja untuknya sebagai
staf ahli bidang politik. Dia sangat ramah dan kami duduk di kursi plastik. Dia
punya rambut tipis dan gigi yang tak beraturan. Bicaranya lembut dengan
kesabaran dan kewaspadaan seorang politisi.
Kisah
kejayaan Manaus berakhir ketika orang-orang Inggris membawa karet ke Borneo,
tempat budidaya karet yang lebih efisien. Kota ini menderita sepanjang setengah
abad sampai kemudian bergeliat lagi untuk kali kedua. Di tahun 1967, Brazil
mengeluarkan peraturan yang membebaskan pajak bagi perusahaan yang mendirikan
pabrik di Manaus. Kebijakan ini dikeluarkan bersamaan dengan proyek modernisasi
lain seperti pembangunan jalan lintas Amazon. Itu adalah strategi junta militer
untuk mengkolonisasi hutan Amazon. Usaha itu berhasil.
Manaus
berubah dari kota terlantar yang muram menjadi penghasil barang-barang
elektronik dan menjadi kota industri paling ambisius di dunia. (Kendati punya
masalah logistik seperti jalan atau jalur kereta api menuju bagian selatan.)
Penduduknya meledak—dari 300,000 di tahun 1970 menjadi 1.4 juta di akhir abad
20.
“Anak-anak
muda dalam jumlah besar berbondong-bondong ke Manaus mencari kerja di awal
1970-an,” kata Messias, “Namun kota ini kekurangan hiburan.” Messias lalu diminta
oleh perusahaan tempatnya bekerja, sebuah grup media lokal Rede Calderado de Comunicao,
untuk memikirkan even promosi besar di mana publik bisa ikut berpartisipasi.
Turnamen sepakbola amatir adalah solusi tokcer. Brasil baru saja juara Piala
Dunia untuk kali ketiga. Ini memantapkan sepakbola sebagai kebanggaan nasional.
Masalahnya,
Manaus tidak punya sejarah sepakbola profesional. Beberapa klub profesional
bermain di liga ecek-ecek dan tidak terlalu berpengaruh di tingkat nasional.
Messias mencium kebutuhan akan turnamen amatir namun kompetitif.
Dugaannya
tepat. Tarkam pertama berisi 188 tim. Yang kedua diikuti 286 klub dan ketika
masuk tahun ketiga, tim yang terlibat lebih dari 500. Kejuaraan itu tumbuh
seiring berkembanganya industri. Dengan cepat, Tarkam menjadi bagian tak
terpisahkan dari fabrikasi sosial kota Manaus. Kendati turnamen ini masih
didanai oleh Rede Calderado—sebesar 4 miliar per tahun—Tarkam adalah institusi
lokal.
Tarkam
mendapat tempat terhormat karena setiap orang Brasil, pepatah lama bilang,
menganggap diri mereka sebagai pesepakbola. Di Tarkam, setiap pemain bisa menjadi pemain sepakbola. Namun
turnamen ini menjadi sangat penting mungkin karena alasan yang lain.
Manaus sangat
terpencil dan terisolasi dari pusat-pusat kekuasaan Brasil sehingga warganya,
seperti orang Inggris di pantai barat Spanyol atau eksil Indonesia di Moskow
atau Amsterdam, punya kebutuhan untuk melebih-lebihkan karakter khas
nasionalisme mereka.
Setelah
Tarkam edisi pertama mendapat sambutan meriah, Messias merenungkan bagaimana
bisa melibatkan perempuan. “Aku mendapati banyak fans perempuan. Lebih
tepatnya, banyak sekali fans perempuan yang cantik. Lantas kami berpikir
bagaimana bisa menggabungkan keduanya,” dia mengatakan ini sambil menggosok kedua
telapak tangannya pelan–pelan sehingga kedua jari telunjuknya akhirnya saling
bertautan.
“Sepakbola
perempuan belum ada saat itu. Di tahun kedua aku bersikeras tiap klub yang ikut
harus mengirim ratu tim. Tarkam sukses besar karena menampilkan dua hal yang
paling disukai oleh orang Brasil: sepakbola dan perempuan cantik.”
Selama
bertahun-tahun, upacara pembukaan dihelat di balai kota Manaus. Kontestan ratu
kecantikan berparade di atas perahu seperti dalam karnaval. Messias berkelakar:
“Pemilihan ratu kecantikan Tarkam lebih dikenal dan lebih penting dari
pemilihan Putri Amazonia.”
Arti penting
kontes ratu Tarkam harus diletakkan dalam konteks regional. Jarang sekali ada
even besar di Amazon yang tidak menyertakan perempuan-perempuan bahenol.
Karnaval tahunan punya ratu. Begitu juga perayaan hari lahir Santo Petrus,
Santo Joni, dan Santo Antoni di bulan Juni.
Setiap
kota-kota kabupaten di hutan Amazon punya ratu yang dinamai seturut dengan
hasil pertanian utama. Coari punya ratu pisang. Maues punya ratu jambu. Ratu
jeruk ada di Anori, sementara ratu susu dipilih di Autazes. Ratu mentimun dipentaskan
di Codajas dan Ratu cupuacu dikonteskan di Presidente Figueiredo. Sepakbola tak
mau ketinggalan dan Tarkam juga punya ratu.
Aku tanya
Messias mengapa dia memberi kesempatan kepada tim dengan ratu paling cantik
bisa kembali masuk turnamen.
“Itu
menyemangati orang-orang untuk mencari ratu yang bagus dengan serius. Namun,
ada alasan lain yang tak kalah penting. Katakanlah ada sebuah tim yang bermain
bagus dan mereka tersingkir karena kesalahan wasit. Biasanya, tim yang kalah
akan menyerang wasit dan memukulinya.
Sepakbola
bisa menciptakan ketidakadilan dan wasit tidak ada yang menjaga. Sebaliknya,
mereka tahu bahwa kesempatan masih terbuka jika punya ratu yang cantik sehingga
mereka tidak terlalu frustasi dan bertindak semaunya sendiri. Ratu-ratu ini
adalah obat penenang,”
Messias percaya
bahwa kekuatan terbesar Tarkam adalah memberi peluang bagi orang-orang kalah
untuk mendapatkan rasa hormat dan mencicipi kemenangan. Menjadi presiden klub
misalnya, adalah sebuah kehormatan besar. Di tengah-tengah melebarnya jurang si
kaya dan si miskin, turnamen ini mempromosikan kesetaraan.
Tak peduli
asal-usul mereka, setiap tim memiliki struktur yang sama persis dengan klub profesional.
Sembilan dari sepuluh dari mereka punya pelatih. Messias juga yakin bahwa
aturan main kejuaraan ini sangat longgar sehingga memungkinkan seluruh komponen
masyarakat ikut terlibat. “Kejahatan berkurang selama hari-hari pertandingan,”
dia menambahkan, “karena semua orang pergi ke lapangan.”
Kami
berbincang-bincang tentang bagaimana Tarkam menjadi turnamen raksasa.
Messias
percaya bahwa orang-orang di Manaus punya obsesi sepakbola paling besar di
antara orang Brasil lain. “Orang-orang di sini punya banyak kendala. Lapangan
berlumpur, terik matahari, badai tropis, hujan deras. Semakin banyak rintangan
yang mereka hadapi, semakin keras mereka berjuang menyingkirkannya.”
Bayangkanlah suasana ini. Proses pemilihan ratu kecantikan
sedang panas-panasnya. Penonton berdesak-desakan memenuhi panggung untuk
melihat bokong-bokong sintal dan berminyak dari dekat. Semua tampak berjalan
sempurna ketika seorang gadis menawan menyedot pandangan mata. Tiap mulut
berbisik-bisik mengatakan dia sangat semlohai. Tinggi dan seksi seperti boneka.
Dia tidak berjalan—dia melenggang. Dengan mengenakan sepatu tapak tinggi, dia melenggok
sambil tersenyum penuh kemenangan ke arah semua orang. Beberapa pesaingnya
sudah berpikir bagaimana cara mencederainya. “Bagaimana kalau kita patahkan
salah satu hak sepatunya,” salah seorang kontestan berbisik. Tiba-tiba salah
satu dari kerumunan berteriak lantang: “Dia laki-laki!” Alamaaak! Saya
membayangkan berapa banyak penonton yang sudah basah celananya.
Nei Rezende
mengundangku datang ke kediamannya, sebuah rumah panggung reot di atas lumpur.
Di luar, ayahnya bersantai di atas kain ayunan. Seekor anjing hitam tertidur
pulas di pangkal pokok jambu. Aku masuk ke dalam dan berjalan di lantai papan
yang tak rata. Aku bisa melihat keluarga ini adalah pecinta olahraga. Di salah
satu dinding, ada rak kecil dijubeli medali dan piala. Di dekatnya berderet
poster tim sepakbola dan model-model cantik. Dua hal yang orang Brazil paling
sukai.
Nei adalah
pemain bayaran. Dia bisa saja bergabung dengan salah satu klub profesional di
Manaus namun dia tidak tertarik. Dia mendapat penghasilan lebih besar dari
Tarkam. Tahun ini dia mendapat 10 juta, telepon genggam, dua puluh sak semen,
dan 2,000 batu bata untuk membangun rumah.
Sebagai
profesional, paling-paling dia akan mendapat upah minimum, sekitar 500 ribu per
bulan. Ketika upah minimum pesepakbola profesional disepakati tahun 1998, tiga
puluh pemain meminta Federasi Sepakbola Amazonas untuk mencabut status mereka sebagai
pesepakbola profesional sehingga mereka dapat ikut Tarkam.
Kebanyakan
tim-tim kaya di Tarkam punya koneksi dengan perusahaan lokal. Nei bilang
beberapa kawannya bermain untuk mereka dan mendapatkan pekerjaan tetap. Tarkam menawarkan
masa depan yang lebih menjanjikan dari pada liga profesional. Kejuaran ini
adalah cara terbaik untuk mendapatkan ketenaran.
Manaus
memiliki lebih dari 60 liga-liga amatir tingkat kota. “Sepanjang tahun, tim-tim
besar memantau pertandingan itu,” kata Nei. “Siapapun yang bermain bagus akan
dimintai nomor telepon dan mendapat kontrak.”
Tarkam menjadi
wahana bagi bagi pemain-pemain untuk memunculkan diri. Franca, alumni Tarkam
paling sukses, masuk tim nasional Brasil. Tandukannya menyamakan kedudukan
dalam pertandingan seri 1-1 melawan Inggris di Wembley Mei 2000.
Nei berharap
bahwa Tarkam tahun ini meroketkan namanya. “SD saja aku tak tamat. Sepakbola adalah
satu-satunya yang aku tahu. Target tahun ini adalah membuat namaku
dibicarakan.”
*Disadur tanpa izin dari Naked Futebol Bab XI dari "Futebol The Brazilian Way of Life" (Bloomsbury 2014).
Agen Togel Online Terbaik & Terlengkap!
ReplyDeleteTersedia Pasaran Hongkong - Sydney - Singapore
Potongan Diskon 2D = 30% | 3D = 59% | 4D = 66%
Dapatkan Keuntungan Dalam Menebak Angka Hingga Ratusan Juta Setiap Hari..
Yuk Gabung Bersama Bolavita Di Website www. bolavita .fun
Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
BBM: BOLAVITA
WA: +628122222995