Oleh Darmanto Simaepa
Chelsea bukan, dan tidak akan pernah, menjadi rumah bagi Jose Mourinho. Memang,
ia menyebut berulangkali bahwa Chelsea adalah “sebuah klub yang ada di dalam
hatiku dan akan menyertaiku ke manapun aku pergi”. Orang-orang, terutama
pendukung Chelsea, percaya, melatih di Cobham adalah perjalanan kembali Jose
untuk menemukan rumah dan menjadikannya orang yang paling bahagia. Namun, hati
kecil tidak pernah bisa berdusta. Ia menyebut Chelsea sebagai rumah lebih
karena ia pernah berusaha kembali ke rumah yang membentuk dirinya dan begitu ia
cintai namun cinta itu bertepuk sebelah tangan, dan nampaknya hampir mustahil
ia bisa merebut cinta itu di masa depan. Atau paling tidak ia menyebut Chelsea
rumah karena ia sedang berharap menemukan dan membangun rumah tempat ia
mewariskan dinasti dan legasi di sana.
Sebelum rentetan konflik
internal dan hasil-hasil buruk di awal musim ketiga-periode kedua, terlihat
bahwa ada kerlip cahaya di ujung lorong yang membawa petunjuk bahwa Chelsea
bisa menjadi rumah masa depannya. Kegemilangan dua musim pertama di Stamford
Bridge memaksa para pandit dan pembencinya menelan ludah dan berkeringat
dingin, sambil semakin menguatkan iman para pendukung, mendapati kenyataan
bahwa ia akan melampaui capaian pelatih-pelatih agung dalam sejarah sepakbola.
Kontrak perpanjangan kerja empat tahun yang disodorkan Chelsea seperti menjadi
rute pembuka bagi Jose dalam usahanya membangun Chelsea sebagai imperium
sepakbola, seperti yang pernah berhasil dilakukan oleh Tuan Matt Busby, Bill
Shankly, Rinus Michel, Cruijff……Ferguson.
Dengan janji proyek jangka
panjang Chelsea, Ia punya kesempatan untuk melengkapi citra sosok salah satu
pelatih terhebat yang pernah diproduksi oleh sepakbola Eropa. Sosok itu
tidak akan hanya dikenal dalam sejarah sepakbola sebagai pemburu trofi, pelatih
jenius sekaligus pragmatis yang menghalalkan segala daya-upaya untuk meraih
kemenangan. Ia punya kesempatan untuk membangun fondasi kokoh sepakbola Chelsea
yang kelak akan di kenal sebagai Warisan Mourinho.
Yang menjadi masalah
adalah Chelsea bukanlah Manchester United, Arsenal, Juventus atau Barcelona.
Lahan dan bangunan tempat ia hendak menyemaikan dan mendirikan kerajaan
sepakbola sudah dibeli, dimiliki, dan ditempati Roman Abramovic.
Baiklah, kita bikin jelas.
Dalam banyak aspek, klub-klub kaya ini lebih punya banyak kesamaan dari pada
yang saya sangkakan. Paling tidak para pemilik dan pemegang saham bisa
menentukan apa yang mereka mau beli dan belanjakan, meskipun tidak bisa
mengintervensi formasi pemain di atas lapangan secara langsung. Mereka juga
akan setuju jika lebih banyak siaran televisi berbayar dan harga tiket
dinaikkan. Florention Perez, presiden yang dipilih lewat pemilu societe,
bisa sama brutalnya dengan Roman, dan Glatzer jelas-jelas menghisap keringat
pemain, pelatih, dan terutama penonton sepakbola sama rakusnya dengan Stan
Kroenke dan para pemilik saham di Arsenal.
Yang membedakan, MU,
Arsenal dan Liverpool (paling tidak sebelum dikuasai Fenway Sport Group)
memberi ruang dan waktu bagi pelatih macam Ferguson, Wenger, dan Houilier atau
Benitez untuk menciptakan identitas sepakbola yang sesuai, dan identik, dengan
personalitas dan nilai-nilai yang mereka percayai. Di Chelsea, Roman memberi
banyak uang bagi pelatih untuk menciptakan sepakbola yang membuatnya bahagia,
sepakbola menyerang dan menghibur sekaligus menang, dan di sinilah letak
masalahnya.
Roman berpikir ia bisa
seperti Berlusconi dan Agnelli dalam hal membeli dan menciptakan sebuah klub
sepakbola sebagai tempat memuaskan hasrat artistik dan ekonomi-politik. Hanya
saja ia tidak ambil pusing dengan kebenaran fakta bahwa setiap warisan
sepakbola dibangun dari sebuah tradisi, dan tradisi selalu dibangun di atas
landasan kesabaran dan keberuntungan. Di sini, kesinambungan adalah kata
kunci. Chelsea bukannya tak punya tradisi sepakbola yang kuat dan
berkesinambungan, namun kalau dibandingkan dengan Milan, United, Everton,
Barcelona…….
Abramovic tak punya kesabaran untuk memotong pohon, membilai papan, merangkai
layar, mengurai tali atau memilih-milah kompas untuk membuat kapal pinisi yang
tangguh mengarungi lautan. Dengan uang tak terbatas di rekening, ia lebih
memilih memesan yacht atau kapal pesiar pabrikan.
Mourinho direkrut sebagai
nakhoda bayaran untuk membuat yacht ini mengelilingi dunia dan memenangi pacuan
kapal layar, sementara si pemilik melihat dari tribun jauh bahwa
propertinya—kapal, nakhoda, kru—mengalahkan properti milik pesaing bisnis atau
kolega makan kaviar dan minum sampanye. Si nakhoda bukanlah siapa-siapa
melainkan bagian dari properti. Benar ia punya keahlian dan bisa mengambil
kredit dari kemenanganya, namun yacht itu bukanlah rumahnya. Seperti dalam
lahraga pacuan kuda, kuda pemenang pacuan dan pemiliknya selalu lebih penting
dari pada si joki.
******
Tidak berbeda dengan dongeng,
legenda, cerita tentang orang-orang besar, kisah pelatih agung (dan
kontroversial) dalam sejarah sepakbola dunia adalah kisah tentang bakat dan ego
besar. Seringkali ego dan bakat itu mencapi potensi terbesarnya karena dendam
kesumat. Apa yang terjadi dengan Jose lebih dari sekadar pelatih bergelimang
piala yang sedang mengalami ujian dan kejatuhan atau, yang populer di antara
wartawan Inggris disebut sebagai siklus syndrom tiga-tahunan.
Setelah menyigi wawancara-wawancara, dokumenter, biografi dan beragam bahan
yang tersedia di internet, saya bisa melihat narasi tentang Mourinho adalah
perjalanan tentang seseorang yang tidak bisa pulang ke rumah tempat ia
melewatkan masa akil balig sebagai pelatih dan belum bisa menciptakan rumah
untuk dirinya sendiri.
Tidak diragukan lagi bahwa
ia adalah seorang pembelajar cerdas dan gigih dengan bakat melatih yang sangat
besar. Ia lahir dari keluarga sepakbola—kakeknya presiden klub Vitoria Setubal
dan ayahnya Felix adalah kiper nasional Portugal yang menggagalkan tendangan
penalti Eusebio dalam pertandingan debutnya. Ia membantu ayahnya sebagai
pemandu bakat klub Rio Ave sejak masa belia—mungkin dengan kesadaran bakat dan
teknik sepakbolanya semenjana dan kemudian bekerja sebagai guru olahraga bagi
anak-anak dengan disabilitas. Sampai kemudian pertemuan dengan pelatih kenamaan
Inggris Boby Robson membawanya menjadi penterjemah di Sporting Lisbon dan
kemudian menjadi asisten di Porto dan Barcelona.
Barcelona dekade 1990an
dipandang sebagai rumah terbaik bagi pelatih papan atas yang beredar di liga
utama Eropa sekarang. Cruijff, dan kemudian Van Gaal, mewariskan tradisi
kepelatihan sepakbola yang mengkombinasikan taktik total-voetball dan seni
Catalan ala Gaudi dan menetaskan anak didiknya dari pesepakbola perancang
taktik brilian. Barca menghasilkan tidak hanya figur pelatih terkenal seperti
Koeman, Luis Enrique, Guardiola, Michael Laudrup, Van de Boer (Ajax), Laurent
Blanc, Lopetegui (Porto), tetapi juga pelatih Almeria (Sergi Barjuan), Pizzi
(ex-Valencia, sekarang Leon di Meksiko) Sporting Gijon (Abelardo Fernandez),
Chapi Ferrer (Cordoba). Nama-nama itu bisa diperpanjang hingga Prosinecki
(Azerbaijan), Ammunike di Nigeria, Giovanni di Olympiakos...
Dan tentu saja Barcelona
adalah rumah tempat Mourinho mengasah taringnya. Ia menjadi satu-satunya orang
(non-pemain) yang mengalami secara langsung turbulensi dan transisi Barcelona
era Cruijff—Robson—Van Gaal. Ia bekerja mulai dari penterjemah di awal-awal
masa Robson hingga menjadi asisten pelatih yang diberi tanggung jawab penuh
oleh Van Gaal untuk menyiapkan tim dalam pertandingan non-kompetitif. Bagi
pemain, ia tidak hanya dikenal sebagai la traductor (penterjemah),
tetapi juga menjadi teman dan asisten pelatih yang memiliki kemampuan membangun
solidaritas dan kedekatan dengan pemain sekaligus cakap dalam hal pemahaman
taktik.
Periode di Barcelona-lah
yang membentuk formasi metode dan gaya kepelatihannya.
Hampir semua pemain Barca
yang mengenal dekat Jose memberi pujian. Ia dikenal sebagai seorang yang
ambisius, berani mengemukakan pendapat, tegas namun sekaligus dekat dan hangat
dengan pemain. Berulang kali ketika Robson dan Van Gaal sibuk
mengurusi etorno, kegaduhan politik dalam tubuh pengurus Barca,
Jose mengambil sikap dan memimpin tim.
‘Dia memang spesial. Dia
ingin menjadi yang terbaik dan ingin klub meraih hasil terbaik. Seringkali ia
mengambil alih kepemimpinan jika pelatih mengurusi hal-hal non-sepakbola.’
kenang Stoichkov. Bekerja dengan pemain-pemain besar dengan ego besar—Ronaldo,
Figo, Rivaldo, Stoichkov, Blanc—dan belajar dari pemikir sepakbola dalam diri
Cruijff dan Van Gaal memberi bekal melimpah baginya untuk menjadi pelatih
sepakbola hebat.
*****
Yang menarik, ada kesan
kuat bahwa Mourinho enggan dan menolak periode formatifnya di Barca sebagai
periodi paling penting dalam karir kepelatihannya. Dari selusin wawancara
eksklusif yang saya tonton, Mourinho mengulangi pernyataan bahwa ia belajar
dari dirinya sendiri. Dengan hati-hati ia memilih kalimat untuk menjelaskan Ia
tidak belajar secara khusus dari siapapun, tidak dipengaruhi atau mengekor
figut pelatih ternama dan tidak berhutang pada tradisi sepakbola manapun.
Ia mengakui bahwa Van Gaal membantunya dalam pengambilan keputusan menerima
tawaran Benfica sebagai pelatih utama dan terang-terangan mengatakan bahwa ia
menyukai meneer Belanda itu, dan jelas-jelas hubungan itu
bersifat resiprokal karena Van Gaal juga tanpa sungkan menyukai dan memuji Jose.
Namun ia di setiap wawancara terlihat jelas ia menahan diri untuk menyebut
Barcelona sebagai rumah tempat ia berkepompong dari penterjemah menjadi salah
satu pelatih paling sukses di dunia.
Saya baru sadar bahwa
sebagian besar dokumenter dan wawancara Jose yang saya tonton itu diproduksi
paska tahun 2007. Itu adalah tahun ketika ia mendapat pemecatan pertama kali
dan masuk kandidat sebagai pengganti Frank Rijkaard yang tidak bisa lagi
mengontrol ego pemain bintang. Peluang ini menjadi harapan besar setelah ia
mendapat perlakuan buruk di Chelsea. Ia pantas berharap tinggi dengan apa yang
telah ia raih dengan Uniao de Leiria, Porto dan Chelsea. Dalam periode 7 tahun
setelah meninggalkan Barca, ia telah mengoleksi empat titel liga domestik,
Piala Champions dan UEFA, dan tujuh gelar domestik lain.
Presiden Laporta dan
Direktur Begiristain memberi angin segar, tapi Cruijff memberi pertimbangan
akhir, merasa Mourinho memiliki kepribadian yang tidak tenang dan strategi
bertahannya tidak cocok dengan filosofi Barca. Alih-alih memilih orang Portugal
yang ambisius, berpengalaman, dan bergelimang sukses, Barca menunjuk Guardiola,
pelatih Barca B yang bahkan belum punya ijin melatih tim utama.
Guardiola adalah teman
Jose paling dekat dan paling antusias dalam mendiskusikan taktik dan strategi
selama periodenya Barca. Mereka dikisahkan sering beradu argumen sampai pagi
untuk membahas apakah seorang bek harus maju dua langkah untuk menutup ruang
lawan atau seorang gelandang menggulirkan bola lebih lambat setengah detik
ketika tim mengalami tekanan. Sama-sama punya obsesi dengan permainan ini, ada
suatu masa keduanya adalah saudara kembar-seperguruan dalam menimba ilmu
kepelatihan.
Yang membedakan, Jose telah melewati banyak ujian dan mengalahkan para pendekar dari perguruan lain. Keberhasilannya menaklukkan Eropa dengan klub ‘kecil’ Porto dan memotong dominasi rivalitas United-Arsenal memberi kredibilitas dan kredensial buatnya untuk mengklaim bahwa ia telah menjadi jagoan pengelana naik turun bukit sampai ke manca negara dan memenangkan banyak sayembara adu pedang.
Yang membedakan, Jose telah melewati banyak ujian dan mengalahkan para pendekar dari perguruan lain. Keberhasilannya menaklukkan Eropa dengan klub ‘kecil’ Porto dan memotong dominasi rivalitas United-Arsenal memberi kredibilitas dan kredensial buatnya untuk mengklaim bahwa ia telah menjadi jagoan pengelana naik turun bukit sampai ke manca negara dan memenangkan banyak sayembara adu pedang.
Ia berhak menjadi pelatih Barca dari pada Guardiola. Ia menyebut keputusan
Laporta dengan menunjuk Pep adalah kesalahan terbesar dalam sejarah Barca dan
waktu akan menunjukkannya.
Barca mengambil jalan lain yang beresiko itu namun sukses besar. Guardiola
tidak hanya membangun dan menyempurnakan inovasi sepakbola 4-3-3 dalam tradisi
Michels-Cruijff-an dan memberi sentuhan seni geometris ala Catalunya ke
dalamnya, tetapi ia juga memberi warisan kepada sejarah sepakbola salah satu
tim terbaik yang pernah ada dengan gaya permainan yang khas. Lebih dari itu, ia
membuktikan bahwa menang dengan cara agung bukanlah mustahil bagi sepakbola.
*****
Meletakkan kisah Jose dalam arus sejarah sepakbola Eropa elit kontemporer yang
mata airnya ditimba di kota dagang Mediterania bisa menjelaskan narasi yang
diciptakan oleh sepakbola untuk Mourinho seperti halnya narasi kitab suci
tentang pengusiran Iblis dari Surga. Guardiola adalah manifestasi penuh sifat
dan karakter sepakbola Catalunia. Ia adalah makhluk sempurna dan berpengetahuan
yang dijanjikan oleh Tuhan dalam taman surga Catalunia. Terlahir dekat stadion
Nou Camp, Pep adalah ball boy, pemain akademi, kapten, pemegang tiket terusan,
pelatih, anggota societe. Mourinho, pintar, arogan, jenius dan lebih terbukti
diciptakan oleh sejarah sebagai orang yang pertama kali meragukan kesempurnaan
Guardiola.
Iblis terbukti salah: di
bawah asuhan Guardiola, Barca merajalela dan menaklukkan dunia—dengan
penguasaan bola, pergantian posisi, menyerang secara membabi buta, dan
kreativitas dan keindahan tiada tara. Kegemilangan Barca dan pengakuan
Guardiola menjadi nemesis dalam pengalaman psikologi Jose. Kegagalannya menjadi
pelatih Barca adalah titik balik yang menandai keterusiran Jose dari surga (dan
rumahnya). Dalam perebutan siapa yang paling berhak mewarisi rumah Barca, Jose
terlempar keluar.
Ia memilih berkelana dan
mengambil sumpah untuk menjadi rival Guardiola dan mendedikasikan energi
kepelatihannya sebagai antitesis bagi permainan Barcelona. Ketika Guardiola
menikmati waktu di taman indah tiki-taka dan bergelimang kebahagiaan, Jose
memulai rute perjalanan untuk menjatuhkan Guardiola dari surga dengan menerima
tawaran Inter Milan, dan kemudian Real Madrid.
Tidak sulit untuk memahami
kenapa dia menuduh Barca berkonspirasi dengan UEFA untuk mengalahkan Chelsea di
semifinal Champions edisi 2009. Ia juga menuduh para wasit selalu memberi
keuntungan buat Barca. Ia menggunakan kepintarannya berkelakar, menyindir, melucu
dan membuat headline ketika menjawab pertanyaan wartawan di konferensi pers. Di
mana ia memberi pernyataan, ia selalu menyerang Barca dan Guardiola. Dan ia
menyerang dengan cara yang jenius yang langsung menohok jantung Guardiola,
nyaris menyerupai psikopat dalam menakut-nakuti korbannya.
Ia mendapat kesempatan
terbaik untuk membuktikan diri bahwa ia lebih baik dari Guardiola dan timnya
lebih baik dari Barca pada semifinal Piala Champions edisi 2010. Ia telah siap
menunggu hari penentuan itu. Berhari-hari ia menyiapkan tim dengan 10 pemain;
bertahan dengan 9 pemain di dalam kotak penalti sendiri. Bahkan ia sudah tahu
ke mana dan apa yang akan dilakukannya setelah peluit akhir dibunyikan.
Kemenangannya atas United tahun 2003 dan perayaan ke tengah lapangan sambil
berlutut tidak ada apa-apanya dibandingkan arah larinya menuju keriuhan dan
siulan suporter Barca sambil mengangkat telunjuk jari. Ia menunjukkan bahwa
Guardiola dan pemain Barca adalah manusia, dan menyebut kemenangan itu adalah
pertandingan terbaiknya sepanjang menjadi pelatih.
Juga tidak sulit untuk
memahami kenapa ia memilih tawaran Real Madrid. Obsesi Barca dengan keagungan
Madrid dalam sejarah sepakbola menyediakan medan pertempuran bagi penebusan
luka lama Jose. Rivalitas sosio-politik Catalunia dan Espana yang
terwujud dalam el-classico Madrid-Barca adalah eksemplar dari pertempuran
Guardiola-Barca dan Jose anti-Barca. Ia tidak pernah benar-benar menjadi
Madridista dan Madrid tidak pernah bisa menjadi rumahnya juga. Membesut Secara
taktik, seorang Madridista tidak menggunakan tiga gelandang bertahan dan
menyiku lawan serta merubung wasit untuk menjadi pemenang. Secara mental dan
norma, seorang Madridista tidak akan mencolok mata pelatih lawan. Madrid
adalah pilihan terbaik untuk membuktikan bahwa ia bisa membongkar rumah lamanya.
******
Rivalitas Jose dengan
Guardiola sering dipandang hanya sebagai bagian perang psikologis lewat media
untuk mengganggu konsentrasi lawan. Saya berpendapat bahwa rivalitas itu lebih
dalam dari sekadar permainan media. Akar-akar masalahnya terbenam dalam
struktur narasi tentang si baik dan si jahat dalam sejarah sepakbola
kontemporer. Narasi ini berakar dari satu visi moral tentang hukum kehidupan
yang memilih sendiri perimbangan sisi gelap dan sisi terang. Jose dan Guardiola
tidak memilih karakter si jahat (anti sepakbola, bertahan, menghalalkan segala
cara) dan Guardiola (atraktif, menyerang, pro-aktif). Tapi dunia membutuhkan
narasi hitam-putih, kawan-lawan, baik-buruk agar hidup lebih mudah untuk dipahami
dan tatanan sosial bisa ditegakkan.
Narasi tentang Jose yang
anti-sepakbola selalu muncul dari perbandingan dengan sepakbola yang
diaspirasikan oleh Barca dan para romantik sepakbola. Narasi tentang Chelsea
yang membosankan, misalnya, muncul karena keberhasilan Jose mengalahkan
permainan atraktif Arsenal dan United. Rekor poin kemenangan dan mencetak gol
Madrid dalam sejarah La Liga tidak menjadi narasi dominan, kalah oleh imaji
tentang Pepe yang menyeringai dan Casillas yang menderita, meskipun ia berhasil
ia mematahkan dominasi Barca.
Jose telah menciptakan
sejarah. Namun ingat, ia adalah produk sejarah yang tidak bisa ia ciptakan
sendiri. Ia tidak bisa memilih untuk tidak ikut Robson dan menjadi bagian dari
rejim van Gaal. Ia tidak bisa memilih untuk menimba ilmu dari tempat lain,
dalam hal taktik dan manajemen sepakbola. Jose barangkali dengan sadar
menciptakan rentetan permusuhan anti-Barca, namun hal ini terjadi setelah ia
menjadi anak durhaka.
Si malin kundang,
ironisnya, adalah produk Barca. Ia adalah produk Barca yang dianggap
bukan-Barca. Ia adalah produk Barca par excellent, namun di saat yang sama ia
tidak dilihat mewakili tradisi dan filosofi sepakbola Barca.
“Ia memang lain,” begitu
definisi pemain Barca era 90an. Semua orang yang mengenalnya di Barca bilang ia
brilian, berdedikasi, berkomitmen, teliti, tekun, dan hebat mengelola emosi
pemain. Tetapi, tidak ada orang yang mengidentifikasi bahwa taktik dan
permainan sepakbolanya bagian dari tradisi Barcelona. Jika para pandit bisa mengidentifikasi
struktur 4-3-3 di Soton, Porto, Bayern, PSG, Ajax, Celta Vigo, Sporting Gijon
sebagai warisan formasi baku Barca (yang berasal dari akademi Ajax 1970-an),
mereka membuktikan struktur dasar formasi Jose adalah 4-2-3-1. Sepakbola,
ditangan Jose, adalah cara untuk menghentikan permainan menyerang dan memukul
balik dengan bola mati atau serangan balik. Van Gaal, patron Jose bahkan
menuduh Mourinho “lebih bertahan’, dan mengatakan “saya lebih menyerang”
sebelum final Champions 2010.
Bekas pemain Barca selalu
menyebut Pep sebagai pewaris tradisi sepakbola Catalunia dan, dengan demikian
menempatkan Jose diujung anti-tesisnya. Mereka menyebut Jose ketika mereka
mengenang masa-masa formatif itu. Hanya saja, mereka tidak menempatkan Jose dan
tim-timnya dalam horison perspektif yang dihasilkan oleh sekolah Barca. Ada
kesan kuat bahwa kejayaan klub-klub yang ditangani oleh Jose mengganggu
permainan ideal sepakbola yang secara romantik diidentikkan di dalam figur
seperti Pep, Wenger atau Bielsa. Pandit dan bekas pemain sepakbola mengagumi
kepiawaian Jose menghadirkan trofi, tetapi diam-diam tidak menyukai sepakbola
yang mereka mainkan.
Narasi tentang si jahat-si
baik ini menempatkan Jose dalam pesakitan, tetapi dalam waktu yang bersamaan ia
menarik simpati yang luas karena ia mewakili sisi dan hasrat tersembunyi setiap
orang yang menginginkan kemenangan dengan segala cara dan di atas segalanya.
“Sepakbola bukan sekadar permainan menguasai bola di atas rumput halus dan rata
tanpa gawang,” ujarnya suatu kali. Esensi sepakbola adalah mencetak gol dan
memenangkan pertandingan bukan selama mungkin menguasai bola.
Iblis adalah makhluk yang
pintar, dan dalam banyak hal, ia memiliki keahlian lebih dibanding manusia. Ia
tidak memilih untuk memusuhi manusia. Hanya saja, hukum kehidupan (agama
dominan), menuntutnya berbuat demikian untuk menunjukkan pemisahan baik-buruk,
jahat-mulia. Ia adalah produk sejarah yang sama dengan manusia.
Di titik ini, saya bisa
bersimpati terhadap Jose. Narasi jahat-baik adalah hukum kehidupan, yang tidak
pernah adil bagi orang seperti Jose—juga buat Iblis yang terusir dari Surga.
Jose sekuat tenaga membela prinsipnya dan seperti sedang melawan dunia, dan
membuktikan bahwa sepakbola bisa dimainkan dengan beragam cara. Dia gigih
memperjuangkan keadilan epistemik—frase yang saya curi dari istri saya—dalam
jagad sepakbola. (Yang dimaksud dengan keadilan epistemik itu adalah membuka
segala cara berpikir (filosofi) dan cara pandang terhadap sepakbola.)
Ketika semua klub hendak
mengekor cara Barca mengelola klub, memproduksi pemain akademi dan menerapkan
taktik untuk meraih kemenangan, Jose memberi alternatif lain bagi klub yang
bekerja mengandalkan keringat dan darah. “Messi dan Ronaldo hanya untuk dua
klub,” Jose memberi perumpamaan, “tetapi juara bisa diraih oleh tim manapun
yang hidup tanpa mereka”.
Seluruh rangkain kerjanya
paska-Barca—dari keliling ke Brazil mencari pemain tarkam sampai keberanian
mencadangkan Casillas—digerakkan lewat prinsip kerja keras. Bakat tidak ada
berarti apa-apa tanpa etos kerja, begitu ia punya mantra. Keberhasilannya bisa
menginspirasi klub-klub kecil yang tidak kebagian hak siar televisi dan menjual
kaos pemainnya untuk bertarung melawan klub-klub mapan. Ia barangkali orang
yang pertama kali memberi selamat kepada klub gurem dari Siprus, Apoel Nicosia,
saat mereka melaju ke babak 16 piala champions.
Pujian di atas barangkali
sedikit aneh mengingat bahwa saya selalu menulis hal-hal buruk tentang
Mourinho. Seorang teman menyebut saya ‘pendengki Mourinho’ dan semua pendengki
selalu bisa melihat kekurangan dan celah orang lain. Saya tetap mendengki Jose,
dan ia masih menjadi nemesis saya dalam menulis sepakbola. (Saya bisa
mengabaikan sakit kepala setiap menyaksikan United di bawah Van Gaal bermain
atau menahan diri ketika Barca menampilkan sepakbola terbaik dalam lima tahun terakhir
dalam el-classico terakhir, namun saya tetap tidak bisa menahan diri menulis
tentang pemecatan Jose Mourinho!!).
Nada yang berubah dalam
menuliskan Jose barangkali mengejutkan karena, anda bisa bilang bahwa saya
adalah moralis sepakbola. Sebagai penggemar sepakbola menyerang, atraktif,
kreatif dan penuh keberanian mengambil resiko, Jose adalah iblis laknat. Bagi
saya, sepakbola yang layak tonton adalah sepakbola yang berakhir dengan skor
4-5 di mana tim yang saya dukung tersungkur dari pada pada pertandingan 0-0
yang memberikan gelar juara.
Saya selalu geleng-geleng
kepala ada orang yang menyukai Tony Pulis atau Materazzi. Bahkan ketika ketika
Barca kalah atau MU menderita, saya masih bisa tersenyum menyaksikan Chelsea
tersungkur dan gembira setelah melihat Jose merah mukanya di depan kamera
post-match interview.
Namun, kedengkian terhadap
Jose saya bisa letakkan dalam perspektif yang lebih luas.
Ada suatu masa ketika
terobsesi dengan pertanyaan “apa dan lingkungan seperti apa yang membentuk
formasi seorang Mourinho?”, saya menelusuri internet untuk melihat dokumen
audio-visual tentang Jose. Berpuluh-puluh jam usai memelototi layar monitor dan
mendengarkan rekaman, saya bisa mengatakan bahwa Jose adalah pelatih yang
brilian, jenius dan dengan etos kerja yang luar biasa. Barangkali dia adalah
pelatih modern yang memiliki kelengkapan taktik dan kemampuan manajemen pemain
terbaik. Tidak perlu bukti-bukti dari statistik OPTA untuk menyebutnya dia
pelatih terbesar yang dihasilkan Abad 21. Dari kemampuan berbahasa, hubungan
dengan pemain, adaptasi strategi dalam pertandingan-pertandingan besar, dan
terutama setiap trofi yang ia berikan kepada klub-klub yang mempekerjakannya,
sederhana saja: ia yang terbaik.
Namun, dalam sepakbola
trofi semata tidak pernah cukup. Dalam wawancara mendalam usai periode Madrid,
Ia menyatakan secara eksplisit bahwa ia membutuhkan tempat yang stabil untuk
membangun imperiumnya. Ia masih haus akan gelar dan kemenangan, tetapi ia ingin
menciptakan versi lain dari dinasti Ferguson. Chelsea menjadi pilihan yang
paling masuk akal. Ia mencium gelagat Roman sepertinya sedikit punya kesabaran
setelah berhasil mencium piala Champions di Munich.
Si anak durhaka, iblis
terkutuk yang ditolak kembali ke surga ingin mencari rumah tempat ia melabuhkan
hati. Ia berharap Chelsea menjadi benar-benar rumah tempat hati sepakbolanya
ditaruh dan bisa melupakan penolakan dari Nou Camp.
*****
Cerita tentang Jose adalah
kisah tentang pelatih jenius yang mencari-cari rumah tempat ia hendak meletakkan
warisannya. Rumah tempat ia tumbuh telah direnggut darinya dan tidak ada
kemungkinan untuk mendapatkannya kembali; Rumah itu telah diberikan kepada
saudara seperguruan, dan saudaranya itu telah berhasil membuat rumah versi
megah dan nyaman untuk ditempati.
Dalam kisah Iblis yang
terusir dari surga, konon Tuhan tidak pernah bisa memaafkannya dan tidak ada
jalan untuknya pulang ke rumah. Yang tidak pernah dikatakan kepada kita para
pemeluk teguh adalah Iblis punya kejeniusan untuk menciptakan rumahnya sendiri.
Penolakan dari Nou Camp
memberi peluang baginya untuk menciptakan dinasti dan tradisinya sendiri. Dan
Jose tidak akan berhenti sampai ego dan dendam kesumatnya menciptakan
pembalasan dan hidup dengan damai dan tenang. Hanya saja, tinggal sedikit klub
besar di Eropa yang memberikan kesempatan dan terutama kesabaran bagi orang
seperti Jose untuk membangun dinastinya.
Di kitab suci, tempat
abadi bagi Iblis adalah neraka. Namun kita tidak pernah tahu bahwa apakah Iblis
sengsara atau bahagia di sana dan membangun rumah megah di sana. Kita juga
tidak tahu apakah dia akan punya rumah atau tidak. Sepakbola menunggu akan ke
mana sang Iblis menciptakan rumahnya. Di sebelah utara London, ada tempat yang
ramah bagi Iblis yang wajahnya suka memerah kalau kalah. Bukan kebetulan jika
namanya the Red Devils. Itu adalah satu-satunya tempat yang profilnya cocok
dengan Jose.
(Jujur saja, saya agak
sedikit menggigil membayangkan dalam dekade-dekade mendatang, Jose berhasil
membangun rumahnya sendiri di samping istana yang telah dibangun oleh Ferguson.)
Keren, Si Iblis dan Si Adam ya pak :-)
ReplyDeleteUlasan luar biasa.
ReplyDeleteLebih baik Mou ke MU drpd Pep. Tapi yang terbaik pengganti LvG adalah Giggsy
ReplyDeleteartikel istimewa...great job
ReplyDeleteGreat..
ReplyDeleteThanks Jelly Gamat QnC Cara Menghilangkan Bekas Herpes Cara Mengobati Penyakit Abses
ReplyDeleteDan skrg belio mundur
ReplyDeleteWinning303
ReplyDeleteMemberikan Permainan Poker Paling Seru dengan Tingkat Kemenangan yang tinggi... Yakin anda susah menang??? coba saja di winning303.. Kemenangan tidak akan jauh dari semangat anda!!
Raih Jackpot Spesial yang bisa anda dapatkan...dengan modal kecil dapatkan bonus BESAR...
Hanya di Winning303...
Winning303 juga menyediakan permainan lain dengan 1 ID...
1. Sportsbook
2. Live Casino
3. Slot Online
4. Lottery/Togel
5. Sabung Ayam
6. Poker
Ayo Langsung bergabung dengan kami...
Customer Service 24 Jam
Hubungi Kami di :
WA:+6287785425244
Winning303
ReplyDeleteMemberikan Permainan Poker Paling Seru dengan Tingkat Kemenangan yang tinggi... Yakin anda susah menang??? coba saja di winning303.. Kemenangan tidak akan jauh dari semangat anda!!
Raih Jackpot Spesial yang bisa anda dapatkan...dengan modal kecil dapatkan bonus BESAR...
Hanya di Winning303...
Winning303 juga menyediakan permainan lain dengan 1 ID...
1. Sportsbook
2. Live Casino
3. Slot Online
4. Lottery/Togel
5. Sabung Ayam
6. Poker
Ayo Langsung bergabung dengan kami...
Customer Service 24 Jam
Hubungi Kami di :
WA:+6287785425244
==Winnig303== Permainan Betting Game Online Yang Sedang Populer Saat ini...
ReplyDeleteDengan 1 User ID, Sudah Dapat Bermain 6 Jenis Games Sekaligus :
1. Sportbooks
2. Live Casino
3. Slot Online
4. Lottery
5. Poker Online
6. Sabung Ayam
Bonus New Member Slot 15%
Bonus New Member Poker 10%
Bonus New Member Sabung Ayam 10%
Bonus New Member Sportsbook & Live Casino 20%
Bonus Deposit 10% Setiap Hari
Bonus Deposit 10% Slot Setiap Hari
Bonus Deposit Sabung Ayam 5%
Bonus Cashback 5-10%
Bonus 100% 7x Kemenangan Beruntun Sabung Ayam
Diskon Togel Hingga 65%
Bonus Rollingan Slot 1%
Bonus Rollingan Poker dan Live Casino 0.5%
Customer Service 24 Jam
Hubungi Kami di :
WA: +6287785425244
Donaco Poker Sebagai Situs Agen Poker Online Uang Asli Yang Menyediakan Transaksi Dari Bank Bca, Bni, Bri, Mandiri dan Danamon Memberikan Minimal Deposit Yang Sangat Murah Serta Menyediakan Hadiah Jackpot Setiap Harinya Dan Bisa Bermain Dengan Para Player Dari Seluruh Kota Yang Ada Di Indonesia.
ReplyDeleteWaktu Yang Relatif Singkat Dalam Semua Proses Transaksi Akan Semakin Membuat Para Member Betah Dan Puas.
Hubungi Kami Secepatnya Di :
WHATSAPP : +6281333555662