Oleh
Darmanto Simaepa
Sembilan puluh hari sebelum pertandingan pertama tim Oranje di piala Eropa, kabinet pemerintahan Belanda yang dipimpin perdana menteri Mark Rutte dari partai Liberal (VVD) diumumkan jatuh di Den Haag.
Partij voor de Vrijheid (PVV), partai sayap kanan pimpinan Geerts Wilders menolak paket penghematan anggaran. PVV, partai anti-imigran dan anti-Islam tersebut menggagalkan perundingan cara mengatasi defisit keuangan akibat krisis ekonomi yang melanda Eropa. Mark Rutte, yang marah dengan kompatriotnya, menuduh PVV tidak berkomitmen atas kesepakatan taktik dan strategi memulihkan Belanda dari masalah. Wakil Perdana Menteri Maxime Verhagen dari Partai Kristen Demokrat (CDA) menyebut, partai sayap kanan terlalu mementingkan dirinya sendiri sehingga menyebabkan kerawanan politik Belanda.
Sembilan puluh hari setelah kejatuhan koalisi kabinet dan Ratu Belanda mengumumkan pemilu, tim
Oranje yang dipimpin oleh Mark van Bommel tersungkur pada pertandingan pertama melawan Denmark di Kharkiv. Semua pemain Belanda berusaha mencetak gol untuk dirinya sendiri dan tidak mencerminkan tim sepakbola sebagai sebuah unit kolektif. Arjen Robben, yang bermain di sayap kanan, bermain dengan canggung dan tidak tahu kapan membuat keputusan untuk mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri dan mengumpan ke kawan-kawannya. van Marwijk, yang sangat marah, dilaporkan tidak berbicara dengan beberapa pemainnya, sementara, Huntelaar yang dicadangkan,
ngambek dan meninggalkan ruang ganti sehingga semakin memperburuk suasana. Sementara Sneijder, yang cukup terpukul dengan kekalahan itu, menyatakan kepada media, ada sebagian pemain Belanda yang memiliki ego sangat besar sehingga menjadikan posisi Belanda rawan tersingkir dari piala Eropa.