Thursday, May 31, 2012

PIALA

Oleh Darmanto Simaepa

Sepuluh tahun adalah waktu yang dibutuhkan Roman Abramovic untuk bisa mengangkat piala Champion. Itu adalah waktu yang sangat lama bagi seseorang yang bisa membeli apa saja di dunia semudah memilih buah mangga. Ia telah melakukan segala yang bisa dilakukan oleh seseorang dengan obsesinya: menggelontorkan uang, memberhentikan para direktur, membajak pemain, atau mempekerjakan pelatih terbaik. Selama satu dekade, uang yang dihabiskan Abramovic untuk mewujudkan ambisinya cukup memberi makan seperempat penduduk miskin Afrika. Ketaksabarannya meminta korban delapan pelatih hebat yang telah memberinya gelar ganda. Sementara, satu pemegang piala dunia dan lima lainnya yang menjadi pemenang di klub asalnya, yang tak sempat memberi trofi, dipecat dengan cara yang brutal. Dengan segala apa yang telah dilakukannya, kita bisa menaksir berapa harga senyum malu-malunya saat menerima si kuping lebar itu dari Drogba.

Friday, May 25, 2012

Siklus

Oleh Darmanto Simaepa

Musim semi di Eropa ditandai berakhirnya kompetisi, yang hasil-hasilnya, sepertinya, akan mengubah konstelasi rezim sepakbola dalam beberapa tahun ke depan. Seiring munculnya hangat matahari Mei, beberapa kekuatan tradisional keluar dari tahun-tahun penuh frustasi. Di Plaza Cebeles, Madridista tak hanya merayakan juara la Liga tetapi juga perasaan lega keluar dari himpitan dan bayang-bayang kejayaan Barca. Di Turin, para abdi keluarga aristrokrat Agnelli—terutama Luciano Moggi—minum anggur terbaik untuk merayakan kembalinya Lo Spirito si nyonya tua. Rasa lapar akan gelar membawa mereka tak terkalahkan dan menikung Milan di pekan menentukan. Para pemujanya di belahan dunia akhirnya bisa menyumpahi Moratti. Di Inggris, para pembenci MU merasa lega, karena pada akhirnya, menemukan tautan dan pelampiasan rasa frustasi selama bertahun-tahun melalui City. Terlebih lagi ketika Mancini, dengan aksen Italiannya, meluapkan kegembiraannya dalam kalimat, ‘we deserve it, we deserve it...’, di depan kamera Sky TV.

Wednesday, May 16, 2012

Seandainya Saya Fans United


Oleh Mahfud Ikhwan


1/

Teman serumah saya, penulis di blog ini, adalah seorang Mancunian yang gigih. Oleh karena itu, tak seperti saya dan seorang lain pecinta Munchen (dan itu artinya pembenci United), ia tak terlalu antusias menunggu Hari Perhitungan itu: Sunderland vs MU; City vs QPR. Meskipun termasuk fans yang terlalu fanatik untuk ukuran seorang pembaca The Guardian, ia tampaknya masih cukup jernih untuk membuat penilaian. MU bukan tim yang paling pantas untuk mendapatkan gelar liga ke-20-nya. Karena itu, ia terlambat menonton saat kick-off dimulai.

Tak ada yang berubah dari mimiknya saat ia dikabari bahwa MU telah unggul atas Sunderland di Stadium of Light, sementara City masih belum mencetak gol. Namun, ia juga tak memberi reaksi apa-apa saat Zabaletta membuat gol pertama untuk City pada pengujung babak pertama di Etihad. Ia balik lagi ke kamarnya untuk memenuhi panggilan akademiknya—mungkin, lebih tepatnya, menyembunyikan diri dari kenyataan.

Sunday, May 6, 2012

Madre Mía Barca

Oleh Darmanto Simaepa

Manusia berpikir, Tuhan tertawa: begitu pepatah Yahudi berbunyi. Tampaknya pepatah itu cocok dengan nasib satu pekan 'tragedi menyedihkan' Barca musim ini. Semakin Guardiola terobsesi memikirkan bagaimana cara menyerang paling brilian dan membongkar pertahanan Chelsea, semakin dekat ia dengan kekalahan. Semakin Xavi meningkatkan proporsi mengumpan dan Messi mencoba menembak ke gawang Madrid, semakin banyak frustasi yang mereka dapatkan. Semakin bersemangat mencari celah masuk ke kotak penalti lawan, justru mereka harus mendapati kenyataan gawang mereka sendiri yang kebobolan.

Kisah kegagalan Barcelona musim ini adalah sebuah pertunjukkan akal sehat yang harus rela disingkirkan kekuasaan para dewa sepakbola......