Tuesday, December 27, 2011

Boxing Day Ala Mentawai

Oleh Darmanto Simaepa


Di bawah langit Desember ujung yang selalu muram dan murung, pesepakbola amatir di Kepulauan Mentawai akan bertempur memperebutkan bola di lapangan yang becek dan penuh lumpur. Saat badai basah angin selatan membawa air langit menghantam permukaan bumi dan menjadikan lapangan seperti kolam dangkal setinggi mata kaki, setiap pemain tetap bertarung dengan penuh semangat dan melibatkan emosi. Di pinggir lapangan, tim cadangan dan penonton—sayangnya, semuanya laki-laki— untuk menghindari udara dingin, berdiri sambil merapatkan tangan ke dada dan melonjak-lonjak kegirangan.

Friday, December 23, 2011

Bocah Penjual Rokok dan Gelar Pertama Jerman

Oleh Mahfud Ikhwan


Kita pernah mendengar tentang kejayaan tembakau Dusseldorf, namun jelas Jerman lebih identik dengan mobil, pesta bir, dan kaos adidas, dibanding dengan rokok. Tak ada perusahaan rokok Jerman yang masuk jajaran 5 besar dunia. Menurut laporan Daeng dkk. (2011), produksi tembakau Jerman tak masuk hitungan 10 besar negara penghasil tembakau. Angka konsumsi juga: mereka kalah dari negara-negara tetangga Eropa-nya yang lebih kecil macam Belgia, Belanda, Swiss, bahkan Luxemburg. 

Tapi, siapa sangka jika kebesaran Jerman di abad ke-21 ini, terkhusus dalam sepakbola, berhutang budi dengan seorang bocah penjual rokok. Paling tidak, itulah yang diperlihatkan oleh Sonke Wortmann dalam filmnya, The Miracle of Bern (2003).

Thursday, December 22, 2011

Bola Bersandi Syara' di Imam Bonjol

Oleh Darmanto Simaepa


Sepakbola dan agama bisa sangat dekat di Sumatra Barat. Dalam kompetisi kelompok umur di lapangan Imam Bonjol, kota Padang, wasit akan meniup peluit ketika terdengar suara adzan dari masjid yang jauh. Bahkan ketika suara derum dan klakson mobil di seberang jalan lebih keras atau petikan gitar dan nyanyian anak-anak muda di tribun yang lebih mengganggu kenikmatan menyaksikan pertandingan anak-anak usia belasan itu, wasit masih bisa mengenali suara berbahasa Arab dari pengeras suara itu. Disini, suara adzan menyerupai time-out dalam basket. Selama muadzin menyerukan panggilan, para pemain menepi, meneguk air mineral atau mendengar pelatihnya memberi instruksi. Bagi yang bermain buruk, paling tidak sedikit caci maki. Memanglah ini Padang bukanlah kasus yang khusus sepakbola berhenti karena suara Adzan. Tetapi di tempat lain, biasanya pertandingan akan berhenti bila sholat Maghrib tiba.

Wednesday, December 21, 2011

Sepakbola Indonesia, Distopia

Oleh Mahfud Ikhwan


Saat menonton secara langsung semifinal Piala AFF 2010, melihat antrian memilukan di depan loket penonton di Senayan, menemukan spanduk-spanduk brengsek dengan pilihan kata yang payah—yang rasa-rasanya tak akan dibikin oleh seorang suporter paling goblok sekalipun—di setiap stand, dan keesokan harinya mendapati wajah Nurdin Halid berbinar-binar penuh kemenangan di TVOne seakan-akan ia (sendiri) mencetak hat-trick ke gawang Filipina, di kepala saya tebersit sebuah ide cerita. Judulnya, “Seputar Matinya Ketua PSSI”.

Sunday, December 18, 2011

Yang Direnggut Dari Sepakbola Kita

Oleh Darmanto Simaepa


Apa yang terasa busuk dan buruk dari sepakbola Indonesia hari-hari ini adalahnya direnggutnya harapan jutaan orang atas permainan ini. Sepakbola memberi apa yang tidak diberikan pemimpin republik atau para politisi. Yakni, suatu visi sosial tertentu yang membuat orang merasa terhubung sebagai warga negeri. Melebihi segalanya, bahkan pesta demokrasi sekalipun, dalam sejarah kontemporer Indonesia, sepakbola adalah suatu peristiwa dimana kegembiraan dan kesedihan bisa dirasakan rakyat secara bersama—tanpa membedakan Anda Batak atau Papua, Islam atau tak percaya agama, nelayan melarat atau pengusaha kaya, remaja atau orang tua.

Tuesday, December 13, 2011

Por Qué Mou?

Oleh Darmanto Simaepa

Mou di Barnebeu

Minggu dini hari itu, saya menyaksikan seorang laki-laki yang sangat percaya diri—dia menyebut dirinya sendiri sebagai yang istimewa—mendadak putus harapan dan hilang asa. Dalam setengah jam terakhir, pria jenius dan angkuh itu hanya berdiri memaku di garis tepi, menelan ludah berulang kali dan menggigit bibirnya sendiri. Matanya memicing dan langkahnya tidak setegap biasanya. Bahkan, ia tak sanggup mengangkat jari untuk memberi instruksi.

Sunday, December 11, 2011

Peringatan Saya: (Iklan) Rokok Bisa Menimbulkan Masyarakat yang Sehat, Bahagia, dan Penuh Harapan!



Oleh Mahfud Ikhwan


Kegagapan Ophan Lamara

Ophan Lamara tergagap saat mengawali siaran langsung Indonesia Super League (ISL) musim ini. “Mitra olahraga ANTV, kita berjumpa lagi dalam siaran langsung Dja... Indonesia Super League musim 2011-2012....” Presenter sepakbola senior ANTV itu jelas tak terbiasa dengan hilangnya kata “Djarum” di depan frasa “Indonesia Super League” yang bertahun-tahun diucapkannya. Namun, lebih dari itu, ketergagapan itu jelas menegaskan sebuah rasa kehilangan.

Friday, December 9, 2011

Seandainya Saya Fans City (2)

Oleh Mahfud Ikhwan


City, pasca-kucuran dana pangeran Arab itu, seperti bocah imbisil yang secara misterius mendapatkan kekuatan super. Ia yang sebelumnya berdiri saja hoyong tiba-tiba bisa terbang dan merobohkan lawan hanya dengan kibasan tangan. Karena itu, City menyita perhatian tapi sekaligus juga mengundang rasa curiga.

Itu prasangka awal saya.

Sunday, December 4, 2011

Sepakbola Melawan Lupa

Oleh Darmanto Simaepa

Tendangan karate Boban ke dada polisi Serbia di Zagreb dalam kejuaraan nasional Yugoslavia Mei 1990 adalah simbol keterkaitan antara sepakbola, sejarah dan politik yang diingat publik. Peristiwa itu menjadi mitos bangkitnya nasionalisme Kroasia. Ia menjadi penanda perlawanan Kroasia atas dominasi orang Serbia. Untuk mengenang peristiwa tersebut, stadion milik Dynamo Zagreb mendirikan patung prajurit dan menulis dibawah patung itu: ‘kepada fans klub, yang memulai perang dengan Serbia di lapangan ini’.